Sabtu, 10 Oktober 2015

asuhan keperawatan pada diare



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penyakit gastroenteritis atau diare merupakan salah satu penyakit penting karena sering dialami masyarakat dan menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian, terutama pada anak – anak di neara miskin. Hal ini tercermin dari banyaknya pasien gastroenteritis yang keluar masuk rumah sakit.
Sampai saat ini, penyakit diare(gastroenteritis) masih menjadi masalah kesehatan di indonesia terutama pada anak – anak. Pada masa anak-anak diare sangat rentan terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor terutama dari sanitasi, melemahnya imunitas, dan faktor sosial ekonomi. Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak balita (anak dibawah 5tahun) di negara berkembang. Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya.(Sodikin, 2011)
Dari daftar urutan penyebab kunjungan puskesmas balai pengobatan, Diare hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200 – 400 kejadian diare antara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70 – 80%) dari penderita ini adalah anak dibawah umur 5 tahun (± 40 juta kejadian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kali kejadian diare. Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal.(Sudaryat, 2007)
Oleh sebab itu, pemerintah harus meningkatkan mutu dan kualitas sarana serta pelayanan kesehatan yang baik dan memadai. Tenaga - tenaga kesehatan juga harus memberikan pendidikan kesehatan kepada semua warga masyarakat tentang bahaya penyakit gastroenteroenteris ini. Peran keluarga dan warga sekitarnya juga sangat berpengaruh untuk menekan munculnya penyakit ini, karena dari lingkungan keluargalah pola hidup seseorang terbentuk. Dengan pola hidup sehat dan bersih, maka kita dapat terhindar dari penyakit gastroenteritis.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana laporan pendahuluan pada penyakit diare?
2.      Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit diare?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui laporan pendahuluan pada penyakit diare?
2.      Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit diare?



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian
Menurut Muhamad Ardiansyah , dalam  buku  medikal bedah (2012) gastroenteritis adalah radang pada lambung dan  usus yang memberikan gejaladiare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai peningkatan suhu  tubuh. Diare  yang dimaksudkan di sini adalah buang air besar berkali – kali ( lebih dari empat kali), bentuk feses cair, dan dapat disertai dengan darah atau lendir. Selain itu, dalam buku medikal bedah pengertian gastroenteritis yang lain adalah:
1.      Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung  dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah  (Sowden et al ,1996)
2.      Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bermacam – macam bakteri, virus, dan parasit yang patogen (Whaley dan wong, 1995)
3.      Gastroenteritis adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya, berbentuk cairan atau setengah cair, dan dapat disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer et al, 1999)
4.      Gastroenteritis adalah buang air besar yang encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980)

2.      Etiologi
Penyebab diare menurut Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1985) adalah:
1.      Faktor infeksi
a.       Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. Hystolytica, G. Lamblia, T. Hominis) dan jamur ( C. Albicans)
b.      Infeksi parenteral
Merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti : otitis media akut, tonsilitas, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
c.       Infeksi oleh virus
2.      Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa), monosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan sering ialah intoleransi laktosa
a.       Malabsorbsi lemak
b.      Malabsorbsi protein
3.      Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4.      Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

3.      Patofisiologi
            pesies bakteri tertentu menghasilkan eksotoksin yang mengganggu absorbsi usus dan dapat menimbulkan sekresi berlebihan dari air dan elektrolit. Ini termasuk baik enterotoksin kolera dan E. Coli. Spesies E. Coli lain, beberapa Shigella dan salmonella melakukan penetrasi mukosa usus kecil atau kolon dan menimbulkan ulserasi mikroskopis. Muntah dan diare dapat menyusul keracunan makanan non bakteri. Diare dan muntah merupakan gambaran penting yang mengarah pada dehidrasi, akibat kehilangan cairan ekstrvaskuler dan ketidakseimbangan elektrolit. Keseimbangan asam basa terpengaruh mengarah pada asidosis akibat kehilangan natrium dan kalium dan ini tercermin dengan pernafasan yang cepat( Sacharin, R.M, 1996).
            Patogen usus menyebabkan sakit dengan menginfeksi mukosa usus, memproduksi enterotoksin, memproduksi sitotoksin dan menyebabkan perlengketan mukosa yang disertai dengan kerusakan di menbran mikrovili. Organisme yang menginfeksi sel epitel dan lamina propria menimbulkan suatu reaksi radang local yang hebat. Enterotoksin menyebabkan sekresi elektrolit dan air dengan merangsang adenosine monofosfat siklik di sel mukosa usus halus. Sitotoksin memicu peradangan dari sel yang cedera serta meluaskan zat mediator radang. Perlengketan mukosa menyebabkan cedera mikrivili dan peradangan sel bulat di lamina propria.  Bakteri yang tumbuh berlebihan di usus halus juga mengganggu mukosa usus. Bakteri menghasilkan enzim dan hasil metabolisme untuk menghancurkan enzim glikoprotein pada tepi bersilia dan menggangggu pengangkutan monosakarida dan elektrolit. Cedera vili menyebabkan lesi mukosa di sana sini yang disertai dengan segmen atrofi vili subtotal dan respon radang subepitel yang mencolok(Wahab, A Samih, 2000).
            Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan factor di antaranya pertama factor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan system transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat (A. Aziz, 2006).
            Factor malabsorpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare.Factor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik.Sehingga terjadi peningkatan peristaltic usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makan yang kemudian menyebabkan diare. Fakor psikologis dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltic usus yang akhirnya mempengeruhi proses penyerapan makanan (A. Aziz, 2006).

1.      Pathway (lampiran)

2.      Klasifikasi
Macam – macam Gastroenteritis  menurut Muhammad Ardiansyah (2012) adalah:
1.      Penggolongan diare menurut tingkat dehidrasinya:
a.       Dehidrasi ringan
Dehidrasi ringan terjadi jika tubuh kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan, dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, dan pasien belum menalami shock
b.      Dehidrasi sedang
Dehidrasi sedang terjadi jika tubuh kehilangan cairan 5-8% dari berat badan, dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, denyut nadi cepat, dan pasien masuk tahap preshock
c.       Dehidrasi berat
Dehidrasi berat terjadi jika tubuh kehilangan cairan 8-10% dari berat badan, dengan gambaran klinik seperti tanda – tanda dehidrasi sedang, ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot – otot kaku sampai sianosis (warna kebiru – biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi).
2.      Penggolongan Gastroenteritis sesuai tingkat keparahannya:
a.       Diare akut
Diare akut adalah diare yang serangannya tiba – tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut ini biasanya diakibatkan oleh infeksi dan dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi dua yaitu:
1.      Diare noninflamasi
Diare ini disebabkan oleh enterotoksin dan menyebabkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak mukosa. Toksin ini meninkatkan kadar siklik AMP didalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti air, ionkarbonat, kation natrium, dan kalium. Keluhan pada abdomen jarang terjadi atau bahkan tidak ada sama sekali. Dehidrasi cepat terjadi apabila pasien tidak segera mendapat cairan penggantian. Tidak ditemukan leukosit pada pemeriksaan feses rutin.
2.      Diare inflamasi
Diare inflamasi adalah diare yang disebabkan infeksi bakteri dan pengeluaran sitotoksin dikolon. Gejala klinis yang muncul diantaranya mulas sampai nyeri, seperti kolik, mual, muntah, demam,tenesmus (keinginan untuk terus buang air besar), serta gejala dan tanda – tanda dehidrasi. Secara makroskopi, terdapat lendir dan darah pada feses harian dan secara mikroskopis terdapat sel leukosit polimorfonuklear.
b.      Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang berlansung lebih 14 hari.Mekanisme terjadinya diare akut maupun kronis dapat dibagi menjadi empat yaitu:
1.      Diare sekresi
Diare sekresi adalah diare dengan volume feses yang banyak. Diare jenis ini biasanya disebabkan oleh gangguan transport elektrolik akibat peningkatan produksi dan sekresi air serta elektrolit, namun kemampuan absorbsi mukosa usus ke dalam lumen usus menurun. Penyebabnya adalah toksin bakteri (seperti toksin kolera), pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, laksatif nonosmotik, dan hormon intestinal
2.      Diare osmotik
Diare osmotik terjadi bila terdapat partikel yang tidak dapat diabsorbsi, sehingga osmolaritas lumen meningkat dan air tertarik dari plasma ke lumen usus. Akibatnya, terjadilah diare.
3.      Diare eksudat
Peradanan inflamasi akan menakibatkan kerusakan mukosa, baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudat ini dapat terjadi akibat infeksi bakteri maupun noninfeksi.
4.      Diare kelompok lain
Diare kelompok lain biasanya lain biasanya akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit makanan atau minuman di usus menjadi lebih cepat. Saat pasien mengalami tirotoksikosis (hiperfungsi kelenjar tiroid), sindrom iritasi usus, atau diabetes melitus, juga dapat memicu terjadinya diare.



3.      Manifestasi Klinis
Menurut  Muhamad Ardiansyah (2012) manifestasi klinis pada penderita gastroenteritis  adalah sebagai berikut:
1.      Perut mulas dan gelisah, suhu tubuh meningkat
2.       Muntah – muntah
3.      Demam
4.      Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai mual dan muntah
5.      Warna tinja berubah menjadi kehijau – hijauan karena bercampur dengan empedu.
6.      Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi
7.      Terdapat tanda dan gejala dehidrasi
8.      Diuresis berkurang
9.      Turgor kulit jelek
10.  Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda – tanda denyut nadi cepat ( > 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur
11.   Aritmia jantung karena kerusakan kalium
12.  Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria / anuria. Bila keadaan tidak segera diatasi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

4.      Komplikasi
1.      Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
a.       Dehidrasi ringan:
1.      hilang cairan 2-5% BB (2 liter)
2.      turgor kurang
3.      suara sesak
b.      Dehidrasi sedang:
1.      hilang cairan 5-8% BB (4 liter)
2.      turgor jelek
3.      suara sesak
4.      nadi cepat
5.      tensi turun
6.      respirasi cepat dan dalam
c.       Dehidrasi berat
1.      hilang cairan 8-10% ( 6 liter)
2.      kesadaran menurun yaitu apatis atau koma
3.      otot-otot jadi tegang
4.      tensi turun sampai 10 mmHg
d.      Dehidrasi hipertonik yaitu hilangnya air lebih banyak dari natrium. Ditandai dengan tingginya kadar natrium serum(lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkataosmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter).
e.       Dehidrasi isotonik yaitu hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama.Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/liter).
f.       Dehidrasi hipotonik yaitu hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air.Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter).
2.      Renjatan hipovolemik.
a.       Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram)
b.      Hipoglikemia.
c.       Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
d.      Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
e.       Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.
(Sumber : Arita Murwani, 2011)




5.      Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan feses:
1.      Makroskopik dan mikroskopik
2.      Biakan kuman
3.      Tes resitensi terhadap berbagai antibiotika
4.      Ph dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa
2.      Pemeriksaan darah:
1.      Darah lengkap
2.      Pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan alkali (jika dengan pemberian RL i.v. masih terdapat asidosis)
3.      Kadar ureum (untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal)
4.      Intubasi duodenal : pada diare kronik untuk mencari kuman penyebab.
(Sumber : Sudaryat Suraatmaja, 2007)

6.      Penatalaksanaan
1.      Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat yaitu:
a.       Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan Ringger Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah cairannya rendah bila dibandingkan kadar kalium tinja.
b.      Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai jumlah cairan yang keluar dari badan.
c.       Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
1.      Rasa haus atau muntah = 1
2.      BP sitolik 60-90 mmHg = 1
3.      BP sistolik <60 mmHg = 2
4.      Frekuensi nadi >120 x/menit = 1
5.      Kesadaran apatis = 1
6.      Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2
7.      Frekuensi nafas >30 x/menit = 1
8.      Facies clolerica = 2
9.      Vox cholerica = 2
10.  Turgon kulit menurun =1
11.  Washer womwn’s hand = 1
12.  Ekremitas dingin = 1
13.  Sianosis = 2
14.  Usia 50-60 tahun = 1
15.  Usia >60 tahun = 2
16.  Kebutuhan cairan = Skor/15 x 10% x kgBB x 1 ltr
d.      Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena.
e.       Jadwal rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
2.      Tata kerja terarah untuk mengindentifikasi penyebab infeksi
Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan keadaan klinis diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai dengan pemeriksaan urine lenkap dan tinja lengkap.
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
a.       Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
b.      Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental kadang darah.
Memberikan terapi simptomatik
3.      Terapi simptomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan          keuntungannya. Antimotilitas usus seperti loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri entero – invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.
4.      Menurut Suharyono (1994) terapi simptomatik meliputi :
a.       Obat – obat diare : obat yang khasiat menghentikan diare secara cepat  seperti antispasmodik atau  spasmolitik atau opium (papeverin, Extractum Beladona, loperamid, kodein, dan sebagainya) justru akan memperburuk keadaan karena akan menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya perlipatgandaan (overgrowth) bakteri, gangguan digesti dan absorpsi.
Obat-obat ini hanya berkhasiat untuk menghentikan peristaltik saja, tetapi justru akibatnya sangat berbahaya karena baik si pemberi obat maupun penderita akan terkelabui. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat yang akhirnya dapat berakibat fatal untuk penderita.
b.      Adsorbents : Obat-obat adsorbents seperti kaolin, pektin, charcoal (norit, tabonal), bismuth subbikarbonat dan sebagainya, telah dibuktikan tidak ada manfaatnya.
c.       Stimulans : Obat-obat stimulans seperti adrenalin, nikotinamide dan sebagainya tidak akan memperbaiki renjatan atau dehidrasi karena penyebab dehidrasi ini adalah kehilangan cairan (hipovolemik syok) sehingga pengobatan yang paling tepat adalah pemberian cairan secepatnya.
d.      Antiemetik : Obat antiemetik seperti chlorpromazine (largactil) terbukti selain mencegah muntah juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja. Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan 1 mg/kgbb/hari) kiranya cukup bermanfaat.
e.       Antipiretik : Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis rendah (25 mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas yang terjadi sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.
f.       Memberikan terapi definitive. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
1.       Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kontrimoksasol atau Kloramfenikol
2.      V. Parahaemolyticus, E. Coli, tidak memerlukan terapi spesifik
3.      Aureus: Kloramfenikol
4.      Salmonellosis: Ampisilin atau Kontrimoksasol atau golongan Quinolon
5.      Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
6.      Helicobacter: Eritromisin
7.      Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
8.      Giardiasis: Quinacrine tau Chloroquineitiform atau metronidazol
9.      Balantidiasis: Tetrasikln
10.  Candidiasis: Mycostatin
11.  Virus: simtomatik dan suportif

7.      Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien diare
A.    Pengkajian
1.      Identitas pasien
Terdiri dari: nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, status, pendidikan terakhir, pekerjaan.
2.      Identitas penangung jawab
3.      Pola fungsi
a.       Aktivitas atau istirahat:
Gejala:
a.       Kelelahan, kelemahan, atau malaise
b.      Insomnia, tidak tidur semalam karena diare
c.       Gelisah dan ansietas
b.      Sirkulasi
Tanda:
a.       Takikardia
b.      Hipotensi
c.       Kulit atau membrane mukosa: turgor jelek, kering, lidah pecah-pecah
c.       Integritas ego
Gejala:  Ansietas, ketakutan, emosi kesal, perasaan tak berdaya
Tanda: Respon menolak: perhatian menyempit, depresi
d.      Eliminasi:
Gejala:
a.       Tekstur feses cair, berlendir, disertai darah, bau anyir atau busuk
b.      Tenemus, nyeri atau kram abdomen
Tanda:
a.       Bising usus menurun atau meningkat
b.      Oliguria atau anuria
e.       makanan dan cairan:
a.       haus
b.      anoreksia
c.       mual atau muntah
d.      penurunan berat badan
e.       toleransi diet atau sensitive terhadap buat segar, sayur, produk susu, makanan berlemak
tanda:
a.       penurunan lemak atau supkutan masa otot
b.      kelemahan tonus otot, turgor kulit buruk
c.       membrane mukosa pucat, luka
f.       hygiene:
tanda:
a.       ketidak mampuan mempertahankan perawatan diri
b.      badan berbau
g.      nyeri dan kenyamanan
gejala:
nyeri atau nyeri tekan kanan bawah
tanda:
nyeri tekan abdomen atau distensi
(Doenges dkk, 2000)

B.     Diagona keperawatan
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih melalui feses
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absobrsi nutrient dan peningkatan peristaltic usus
3.      Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekuensi diare

C.     Intervensi

No
Diagnosa keperawatan
(NANDA)

NOC

NIC

RASIONAL
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih melalui feses

Tujuan:
Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal memperhatikan volume cairan adekuat. Devisit cairan dan elektrolit teratasi.
Kriteria hasil:
a.       Membrane mukosa lembab
b.      Turgor kulit baik
Intervensi:
Mandiri
1.      Observasi tanda-tanda vital
2.      Observasi tanda-tanda dehidrasi
















Kolaborasi
1.      Pemeriksaan laboratorium esuai program elektrolit, Ht, Ph, serum algumin

2.      Pemberian carian dan elektrolit sesuai protocol ( dengan oralit dan cairan parental )

3.      Pemberian obat sesuai indikasi
1.      Hipotensi, takikardi, demam dapat menunjukan respon terhadap dan atau efek kehilangan cairan
2.      Populasi feses yang cepat melalui usus mengurangi absor air volume sirkulasi yang rendah menyebabkan kekeringan membrane mukosa dan rasa haus



1.      Menentukan kebutuhan pengatian dan keefektifan terapi berikan obat sesuai indikasi antidiare
2.      Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan pergantian cairan untuk memperbaiki kehilangan atau anemia
3.      Menurunkan kehilangan cairan dari usus.
2
Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake dan menurunnya absorsi makanan dan cairan
Tujuan :
a.       Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
b.      Berat badan dalam batas normal
Kiteria hasil :
a.       Diet habis 1 porsi yang disediakan
b.      Tidak ada mual muntah
c.       Berat badan meningkat atau sesuai umur
Intervensi :
1.      Kaji pola nutrisi
2.      Timbang berat badan klien
3.      Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering
Kolaborasi :
1.      Pemberian nutrisi parental sesuai indikasi
2.      Berikan obat sesuai indikasi
1.      Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
2.      Memenuhi kebutuhan nutrisi
3
Resiko gangguan intergritas kulit parianal berhubungan dengan peningkatan diare
Tujuan :
Gangguan intergritas kulit teratasi, menunjukan tanda – tanda kerusakan kulit yang ditandai dengan kulit utuh, tidak lecet dan tidak merah.
1.      Kaji kerusakan kulit dan iritasi setiap BAB .
2.      Ganti popok atau kain pengalas dengan sering setiap habis BAB/ BAK.
3.      Bersihkan bokong dengan perlahan – lahan dengan sabun lunak non alkalis.
1.      Mengetahui kerusakan kulit.
2.      Menghindari iritasi
3.      Menghindari kulit lecet.


D.    Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup : melakukan, membantu dan mengarahkan kinerja aktivitas sehari - hari, memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien dan mengevaluasi kinerja anggota staf dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawat kesehatan berkelanjutan dari klien. Selain itu juga implementasi bersifat berkesinambungan dan interaktif dengan komponen lain dari proses keperawatan. Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap yaitu : mengkaji ulang klien, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi  area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan dan mengkomunikasikan intervensi perawat menjalankan asuhan keperawatan dengan menggunakan beberapa metode implementasi mencakup supervise, konseling, dan evaluasi dari anggota tim perawat kesehatan lainnya.
Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskriptif singkat dari pengkajian keperawatan. Prosedur spesifik dan respon dari klien terhadap asuhan keperawatan. Dalam implementasi dari asuhan keperawatan mungkin membutuhkan pengetahuan tambahan keterampilan keperawatan dan personal.
E.     EVALUASI
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah prilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi perawatan memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya dengan prilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan. Selama evaluasi perawat secara kontinyu perawat mengarahkan kembali asuhan keperawatan kearah terbaik untuk memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi positif terjadi ketika hasil yang dinginkan  terpenuhi menemukan perawat untuk menyimpulkan bahwa dosis medikasi dan intervensi keperawatan secara efektif memenuhi tujuan klien untuk meningkatkan kenyamanan. Evaluasi negative atau tidak di inginkan menandakan bahwa masalah tidak terpecahkan atau terdapat masalah potensial yang belum diketahui. Perawat harus menyadari bahwa evaluasi itu dinamis dan berubah terus tergantung pada diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Hal yang lebih utama evaluasi harus spesifik terhadap klien. Evaluasi yang akurat mengarah pada kesesuaian revisi dan rencana asuhan yang tidak efektif dan penghentian terapi yang telah menunjukan keberhasilan.


PATHWAY
factor psikologi
 
factor makanan
 
factor malabsorbsi
 
Factor infeksi
 
                               
Masuk dan berkembang dalam usus
 
meningkatkan tekan osmotic
 
 
 




BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Penyakit gastroenteritis atau diare merupakan salah satu penyakit penting karena sering dialami masyarakat dan menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian, terutama pada anak – anak di neara miskin. Hal ini tercermin dari banyaknya pasien gastroenteritis yang keluar masuk rumah sakit. Diagnose meliputi :
1.         Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih melalui feses
2.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absobrsi nutrient dan peningkatan peristaltic usus
3.         Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekuensi diare

2.      Saran
1.      Saran Bagi Mahasiswa Keperawatan
Seluruh mahasiswa keperawatan agar meningkatkan pemahamannya terhadap penyakit DIARE sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan.
2.      Saran Bagi Perawat
Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti penyakit tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam seluruh tatanan layanan kesehata
3.      Saran Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan hendaknya menyediakan buku – buku yang ada kaitannya dengan penyakit DIARE, sehingga menambah refrensi bagi mahasiswa keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Ardiansyah, Muhammad. 2012.Medikal Bedah Untuk Mahasiswa.Jogyakarta : Diva Press
2.      Donna L. Wong et al, 2009. Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC
3.      Hidayat, A.Aziz Alimul. 2006. Pengantar ilmu keperawatan anak 2. Jakarta : Salemba Medika
4.      Mansjoer, Arief et al. 2000. Fakultas Kedokteran UI Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3 Jillid 2  Jakarta : Media Aesculapius
5.      Murwani, Arita. 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Yogyakarta: Gosyen Publishing
6.      NANDA International.2009. Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EG
8.      https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMP0mdg-mhhSIfErZ0Eg8TlNsR2OgCw76UoOwY-dTTQhpmMf26LRDxvwYwJbtkt37LJfKIbw55g0ok6zoy_Dt4-WSgEv_0qAmE3fCQceXnbJdM_XkvqzYIWLRXrosAoSKPk91x-RDLydM/s1600/Patofisiologi+dan+Pathways+leukemia+ALL+%2528Acute+Lymphoid+Leukemia%2529.PNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar