Asuhan Keperawatan Pada Creeping eruption

Disusun Oleh :
Melliya andriyanti
2013030590
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG
PRODI
S1-KEPERAWATAN
2016
DAFTAR
ISI
1.
Cover………………………………………………………………….. i
2.
Kata
pengantar………………………………………………………… ii
3. Daftarisi……………………………………………………………….. iii
4. Isi…………………………………………………………………...…. 1
a.
Pendahuluan…………………………………………………..…... 1
1.
LatarBelakang…………………………………………….…… 1
2.
RumusanMasalah……………………………………….….….. 2
3.
TujuanMasalah…………………………………………….….. 2
b.
Pembahasan…………………………………………………….…. 7
1.
Laporan pendahuluan pada Creeping eruption...................... ... 3
2.
Asuhan keperawatan pada Creeping eruption........................ ... 12
c.
Penutup…………………………………………………………..... 13
1.
Kesimpulan............................................................................... 13
2.
Saran
……………………………………………………...…... 13
KATA PENGANTAR
Segala ucap syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya beserta segala kemudahan, sehingga tim penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada
Creeping eruption” dengan sebaik mungkin dan insya
Allah bermanfaat bagi semua pembaca.
Dalam proses penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapatkan dorongan serta bimbingan
dari berbagai pihak, karenanya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya.
Dengan selesai
nya makalah sebagai salah satu tugas “system perkemihan” ini, tpenyusun menyadari
bahwa makalah penuh dengan kekurangan, tak ada gading yang tak retak oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk makalah yang
lebih baik kedepannya. Dan akhirnya dengan penuh harapan semoga karya kecil ini bermanfaat juga menambahwawasan
bagi pembaca. Amin yaarabbal ‘alamin.
Jombang, 30 Juli 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Cutaneus Larva Migran (CLM) adalah penyakit infeksi
kulit parasit yang sudah dikenal sejak tahun 1874. Awalnya ditemukan pada
daerah-daerah tropikal dan subtropikal beriklim hangat, saat ini karena
kemudahan transportasi keseluruh bagian dunia, penyakit ini tidak lagi
dikhususkan pada daerah-daerah tersebut. Creeping itch atau rasa gatal
yang menjalar, merupakan karakteristik utama dari CLM.
Pemeliharaan
hewan kesayangan seperti anjing dan kucing jika tidak diimbangi dengan
pemahaman yang baik tentang penyebaran penyakit dapat meningkatkan resiko
penularan penyakit dari hewan ke hewan lain atau ke manusia lain. Ditambah lagi
dengan banyak nya hewan yang hidup liar dan tidak mempunyai majikan, sehingga
angka penularan penyakit akan meningkat.
Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa
alas kaki,atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Demikian pula
para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak
terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab misalnya
di Afrika, Amerika Selatan dan Barat di Indonesia pun banyak dijumpai.
Faktor resiko utama bagi penyakit ini adalah kontak dengan tanah lembab atau
berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feces anjing atau kucing. Penyakit
ini lebih sering dijumpai pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Pada
orang dewasa, faktor resiko nya adalah pada tukang kebun, petani, dan
orang-orang dengan hobi atau aktivitas yang berhubungan dengan tanah lembab dan
berpasir. CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi
sistemik (oral) atau terapi topikal
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana laporan
pendahuluan pada penyakit Creeping eruption?
2. Bagaimana asuhan
keperawatan pada penyakit Creeping eruption?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
laporan
pendahuluan pada penyakit Creeping eruption?
2.
Mengetahui
asuhan keperawatan pada penyakit Creeping eruption?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Creeping
eruption adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus
atau berkelok-kelok, progresif, akibat larva yang kesasar. Sedangkan creeping
eruption, istilah ini digunakan pada kelainan kulit yang merupakan
peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif,
disebabkan oleh invansi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan
kucing. Cutaneous larva migrans dapat juga disebut creeping eruption,
dermatosis linearis migrans, sandworm disease (di Amerika Selatan larva
sering ditemukan ditanah pasir atau di pantai), atau strongyloidiasis
(creeping eruption pada punggung).
2. Anatomi dan Fisiologi
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan
luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya
sekitar 1,5-1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6
mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung,
bahu dan bokong.
1.
Epidermis
Epidermis
adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam).
a.
Stratum Korneum. Terdiri dari sel
keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
b.
Stratum Lusidum. Berupa garis
translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan.
Tidak tampak pada kulit tipis.
c.
Stratum Granulosum. Ditandai oleh
3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh
granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung
protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
d.
Stratum Spinosum. Terdapat
berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen
tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi
terhadap efek abrasi.
e.
Stratum Basale
(Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung
jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
f.
Fungsi Epidermis: Proteksi barier,
organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel,
pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
2.
Dermis
Merupakan bagian yang paling penting
di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat
yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis.
Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
1.
Lapisan papiler: tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2.
Lapisan retikuler: tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Fungsi Dermis :
struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing
forces dan respon inflamasi.
3.
Subkutis
Merupakan
lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak.
Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah
di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke
dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis
atau hipodermis: melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori,
kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
3. Patogenesis
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing
tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma
caninum. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa
jenis lalat, seperti Castrophillus (the horse bot fly) dan cattle fly. Biasanya
larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidup. Nematoda hidup pada hospes
(anjing, kucing atau babi), ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena
kelembapan berubah menjadi larva yang mempu mengadakan penetrasi kekulit.
Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan
sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari, akan timbul gejala di
kulit. Reaksi yang timbul pada kulit, bukan diakibatkan oleh parasit, tetapi
disebabkan oleh reaksi inflammasi dan alergi oleh sistem immun terhadap larva
dan produknya. Pada hewan, Larva ini mampu menembus dermis dan melengkapi
siklus hidupnya dengan berkembang biak di organ dalam.
Sedangkan pada manusia, larva memasuki kulit melalui
folikel, fissura atau menembus kulit utuh menggunakan enzim protease, tapi
infeksi nya hanya terbatas pada epidermis karena tidak memiliki enzym
collagenase yang dibutuhkan untuk penetrasi kebagian kulit yang lebih dalam.
4.
Epidemiologi
Penyakit
ini terdapat di seluruh daerah beriklim panas dan dapat terjadi di Eropa Utara
selama musim panas. Biasanya anak-anak atau orang dewasa, lebih sering pada
pria (Siregar, 2002; Harahap, 2002).
5. Etiologi
Penyebabnya adalah cacing tambang yang biasa hidup di
dalam tubuh kucing atau anjing, yaitu ancylostoma braziliensis dan ancylostoma
caninum. Telur cacing masuk ke tubuh manusia melalui kontak kulit dengan
telur yang berada di kotoran anjing atau kucing.
Etiologi umum dan di mana parasit dari kulit larva
migrans (CLM) yang paling sering ditemukan adalah sebagai berikut
a. braziliense Ancylostoma
(cacing tambang dan domestik anjing
liar dan kucing) adalah penyebab paling umum. Hal ini dapat ditemukan di
Amerika Serikat tengah dan selatan, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan
Karibia.
b. Ancylostoma
caninum (cacing tambang anjing) ditemukan di Australia.
c. Uncinaria
stenocephala (cacing tambang anjing) ditemukan di Eropa.
d. Bunostomum
phlebotomum (ternak cacing tambang).
6. Patofisiologi
Telur
parasit dalam kotoran binatang yang terinfeksi cacing tambang ( anjing dan
kucing) dilepaskan ke tanah, lumpur dan pasir hingga menjadi larva. Manusia mendapatkan
infeksi apabila larva infektif dari tanah menembus kulit. Biasanya larva ini
merupakan stadium tiga siklus hidupnya. Pada Manusia, bila tanah, lumpur dan
pasir yang terkontaminasi kotoran tadi kontak dengan kulit, larva akan
berpenetrasi kekulit manusia dan memulai migrasinya pada epidermis bagian bawah
melalui folikel rambut atau kulit yang terluka. Larva ini tidak dapat
mengadakan penetrasi ke dermis manusia, maka tidak dapat terjadi siklus hidup
yang normal. Manusia merupakan hospes yang tidak tepat bagi larva tersebut,
sehingga larva akhirnya akan mati. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa hari
dan penyakit ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan bila
tidak diobati.
Pada
binatang, larva dapat berpenetrasi lebih dalam sampai lapisan dermis serta
menginfeksi darah dan jaringan limpha. Cacing tambang yang sampai lumen usus
akan bereproduksi menghasilkan lebih banyak telur lalu dieksresikan melalui
feces dan mulailah siklus baru.
7. Pathway
(lampiran)
8.
Manifestasi Klinis
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal
dan panas. Mula-mula, pada point of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti
oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok (snakelike
appearance bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal, menimbul dengan
lebar 2-3 mm, panjang 3-4 cm dari point of entry, dan berwarna kemerahan.
Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan
larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam atau hari. Rasa gatal
dapat timbul paling cepat 30 menit setelah infeksi, meskipun pernah dilaporkan
late onset dari CLM. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti
benang berkelok- kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk
terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter dan bertambah
panjang beberapa milimeter atau beberapa sentimeter setiap harinya. Umumnya
pasien hanya memiliki satu atau tiga lintasan dengan panjang 2-5 cm. Rasa gatal
biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur.
Rasa gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun larva
telah mati. Terowongan yang sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta, dan
bila pasien sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap
infeksi sekunder. Larva nematoda dapat ditemukan terperangkap dalam kanal
folikular, stratum korneum atau dermis.
Tempat predileksi adalah di tempat-tempat yang kontak
langsung dengan tanah, baik saat beraktivitas, duduk, ataupun berbaring,
seperti di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh
di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.
9.
Komplikasi
1.
Infeksi kulit bakteri yang
disebabkan oleh garukan
2.
Penyebaran infeksi melalui aliran
darah ke paru-paru atau usus kecil (jarang)
3.
Urtikaria
Urtikaria
adalah reaksi dari pembuluh darah berupa erupsi pada kulit yang berbatas tegas
dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan, dan disertai rasa
gatal.Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronik, atau berulang. Urtikaria
akut umumnya berlangsung 20 menit sampai 3 jam, menghilang dan mungkin muncul
di bagian kulit lain.
4.
Folikulitis
Folikulitis
adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel). Pada kulit yang terkena
akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal. Di sekitar folikel rambut tampak
beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah lalu mengering dan
membentuk keropeng.
5.
Furunkel
Furunkel
(bisul) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan
subkutaneus di sekitarnya.Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara, wajah
dan bokong.Akan terasa sangat nyeri jika timbul di sekitar hidung atau telinga
atau pada jari-jari tangan.Furunkel berawal sebagai benjolan keras bewarna
merah yang mengandung nanah. Lalu benjolan ini akan berfluktasi dan ditengahnya
menjadi putih atau kuning (membentuk pustula). Bisul bisa pecah spontan atau
mengeluarkan nanahnya, kadang mengandung sedikit darah.
6.
Eksema infantum
Eksema
atau Dermatitis atopik atau peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang
umumnya dimulai pada awal masa kanak-kanak.Eksema dapat menyebabkan gatal yang
tidak tertahankan, peradangan, dan gangguan tidur.
10.
Pemeriksaan Penunjang
Biopsi sedikit membantu bila ada sisa reaksi inflamasi
pada lokasi gigitan parasit. Walaupun demikian, hal tersebut dapat dicoba
setelah pemberian pengobatan yang melumpuhkan organisme. Biopsi kulit
menunjukkan lubang yang disebabkan oleh parasit pada epidermis, dilihat pada
hasil biopsy pasien. Vesikel intraepidermal mengandung beberapa eosinofil dan
spongiosis yang menyebar dapat juga dilihat. Di dermis, infiltrate inflamasi
yang terlihat tersusun atas limfosit, sel plasma, histiosit dan banyak
eosinofil.
Pada Gnathostomiasis terdapat moderate leukocytosis dengan eosinofil diatas
20%, terutama dengan keterlibatan visceral. Biopsy bisa dilakukan setelah
pengobatan dengan Albendazole yang dapat menstimulasi perpindahan Gnathostoma ke permukaan kulit.
11.
Penatalaksanaan
Cutaneous larva migrans ini adalah penyakit yang dapat
sembuh sendiri. Berapa lama penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya tergantung
spesies larva yang menginfeksi. Pada beberapa kasus, lesi akan sembuh tanpa
terapi dalam 4 sampai 8 minggu. Tetapi, terapi yang efektif dapat mempercepat
penyembuhan penyakit ini. Adapun terapi yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut :
a. Medikamentosa
1)
Pengobatan sistemik ( oral )
Obat oral tiabendazol digunakan dengan dosis 25-50 mg/kgBB dua kali sehari
selama 2-4 hari dengan dosis maksimal 2-4 gram sehari. Terapi ini diberikan
jika lesi luas dan terapi topikal tidak berhasil Efek samping berupa pusing,
kram, mual dan muntah. Juga dapat digunakan albendazol 400 mg per oral, dosis
tunggal selama 2 hari berturut-turut Gatal dapat hilang dalam 24-48 jam estela
terapi dimulai dan dalam seminggu sebagian lesi atau terowongan dapat diresolusi.
2)
Pengobatan topikal
Obat pilihan berupa tiobendazol topikal 10%, diaplikasi 4 kali sehari selama
satu minggu.Topikal thiabendazole adalah pilihan terapi pada lesi yang awal,
untuk melokalisir lesi., menurangi lesi multiple dan infeksi folikel oleh
cacing tambang. Obat ini perlu diaplikasikan di sepanjang lesi dan pada kulit
normal di sekitar lesi. Dapat juga digunakan solutio tiobendazol 2% dalam DMSO
(dimetil sulfoksida) atau tiobendazol topikal ditambah kortikosteroid topikal
yang digunakan secara oklusi dalam 24-48 jam.
3)Cryotheraph
Terapi
lama, yaitu pembekuan lesi, menggunkan etil klorida atau dry ice. Terapi
ini efektif bila epidermis terkelupas bersama parasit. Seluruh terowongan harus
dibekukan karena parasit diperkirakan berada dalam teroongan. Cara ini bersifat
traumatik dan hasilnya kurang dapat dipercaya.
b.
Non Medikamentosa
Dapat
dicegah dengan meningkatkan sistem sanitasi yang baik terutama yang terkait
dengan feses . Pemakaian sepatu pada area dimana banyak terdapat penyakit cacing
tambang. Memperhatikan kebersihan dan menghindari kontak yang terlalu banyak
dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang.
12.
Konsep
Asuhan Keperawatan pada pasien diare
A.
Pengkajian
1.
Identitas pasien
1.
Keluahan utama : biasnya pasien merasa gatal-gatal pada daerah kulit yang terinfeksi.
2.
Riwayat
penyakit saat ini :
Paliatif, apakah yang
menyebabkan gejala Creeping eruption dan apa yang telah dilakukan.
Kuatitatif, gejala yang
dirasakan akibat Creeping eruption bisanya gatal gatal pada daerah yang
terinfeksi.
3.
Riwayat penyakit dahulu :
Meliputi pengkajian riwayat pernah
atau tidak menyalami penyakit yang saat ini dialami dan pembedahan yang pernah
dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih,
baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.
4.
Riwayat penyakit keluarga : Apakah ada anggota keluarga yang menderita Creeping eruption atau
tetangga yang berhubungan dengan distribusi penularan.
5.
Pemeriksaan
fisik:
1.
B1 (Breath)
a.
Subyektif, sesak
atau tidak
b.
Inspeksi, bentuk
simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau subcostal. Kaji frekuensi, irama
dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor pernafas
inspirasi atau ekspirasi.
c. Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan
ekspansi, tacti vremitus (-).
d.
Auskultasi, dengan
menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan durasi.
Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti
broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
2. B2 (Blood)
a. Subyektif, badan terasa panas biasanya dikarenakan adanya peradangan pada
kulit yang terinfeksi.
b. Inspeksi, pucat,
adanay tekanan vena jugularis atau tidak, pulasisi ictus cordis, adakah
pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat.
c. Palpasi, suhu
akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart
rate meningkat karena vasodilatasi pembuluh darah, tahanan
perifer menurun sehingga cardiac output meningkat. Kaji frekuensi, irama dan
kekuatan nadi.
d. Perkusi, normal
redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kausus Creeping eruption
masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke
arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
e. Auskultasi, auskulatasi
bunyi jantung S1, S2, murmur atau bunyi tambahan lainnya. Kaji tekanan darah.
3. B3 (Brain)
a.
Subyektif, klien
sadar
atau tidak
b.
Inspeksi, Keadaan
umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien. Keadaan sakit
diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit. Kesadaran
diamati komposmentis, apatis, samnolen, delirium, stupor dan koma.
c.
Palpasi, adakah
parese, anestesia,
d.
Perkusi, refleks
fisiologis dan refleks patologis.
e.
Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma, caput sucedum,
warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada neonatus dan
bayi ubun-ubun besar tampak cekung.
f.
Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah
icterus. Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis.
Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil, mata
cowong.
g.
Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan
asidosis metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk
mengeluarkan CO2 dan mengambil O2,nampak adanya pernafasan cuping hidung.
h.
Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP)
berpengaruh pada kemungkinaninfeksi parenteal yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya diare (Lab. IKA FKUA, 1984)
4. B4 (Bladder)
a.
Subyektif, kencing
sedikit lain dari biasanya atau tidak
b.
Inspeksi, testis
positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labio mayor menutupi labio minor, pembesaran
scrotum, rambut. BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing
spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai
ketentuan.
c.
Palpasi, adakah
pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
5. B5 (Bowel)
a. Subyektif, Kelaparan, haus
b.
Inspeksi, BAB,
konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensilebih dari 3 kali dalam sehari,
adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi dan kesemitrisan
abdomen.
c.
Auskultasi, Bising
usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltik usus meningkat
(gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik.
d.
Perkusi, mendengar
aanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara tymphani.
e. Palpasi, adakahnyueri tekan, superfisial pemuluh
darah, massa (-). Hepar dan lien tidak teraba
6. B6 (Bone)
a.
Subyektif, lemah
b.
Inspeksi, klien
tampak lemah, aktivitas menurun
c.
Palpasi, hipotoni,
kulit kering,
elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran berat badan dan
tinggi badan , kekuatan otot.
d.
Subyektif, kulit terdapat keloid
berwarna kemerah-merahan.
e.
Inspeksi kulit terdapat keloid
berwarna kemerah-merahan., sekresi sedikit, selaput mokosa kering.
f.
Palpasi,
tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1 detik =
dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik = dehidrasi
berat (Lab IKA FKUI, 1988).
7. Pola
Nutrisi
Makanan yang terinfeksi,
sehingga status gizi dapat berubah ringan samapai jelek dan dapat terjadi
hipoglikemia.
8. Pola
eliminasi
BAB (frekuensi, banyak, warna dan bau) atau tanpa
lendir, darah dapat mendukung secara makroskopis terhadap kuman penyebab dan
cara penangana lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk output terhadap kehilangan
cairan lewat urine.
9. Pola
istirahat
Sering tidak bisa tidur terutama di malam hari karena rasa
gatal-gatal pada kulit.
10. Pola
aktivitas
Klien nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan
sekunder untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
(Doenges dkk, 2000)
B.
Diagnosa keperawatan
1.
Ganggua Rasa gatal berhubungan
dengan lesi kulit.
2.
Gangguan Pola tidur berhubungan
dengan rasa gatal pada malam hari.
3.
Resiko gangguan citra tubuh
berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder.
C.
Intervensi
No
|
Diagnosa
keperawatan
(NANDA)
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
1.
|
Ganggua Rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit
|
Tujuan:
Rasa gatal pada kulit bisa hilang.
Kriteria hasil:
a.
Pasien merasa nyaman.
b.
Pasien tidak menggaruk lagi kulitnya.
|
1.
1. Temukan penyebanyeri/gatal.
2.
2. Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitif
3.
3. Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur
4. 4.
Menjaga agar kuku selalu terpangkas
(pendek).
5.
5. Nasihati klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa
resep Dokter.
|
1.
Membantu mengidentifikasi tindakan
yang tepat untuk memberikan kenyamanan
2.
Upaya ini mencakup tidak adanya
detergen, zat pewarna.
3.
Meningkatkan lingkungan yang
sejuk.
4.
Mengurangi kerusakan kulit akibat
garukan
5.
Masalah klien dapat disebabkan
oleh iritasi/sensitif karena pengobatan sendiri.
|
2
|
Gangguan
Pola tidur berhubungan dengan rasa gatal pada malam hari
|
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1×24 jam diharapkan tidur klien tidak terganggu dengan kriteria
hasil mata klien tidak bengkak lagi, klien tidak sering terbangun di malam
hari, klien tidak pucat lagi
Kiteria hasil :
a. Gangguan
pemenuhan tidur
teratasi
|
Intervensi
:
1.
Kaji tidur klien
2.
Berikan kenyamanan pada klien
(kebersihan tempat tidur klien
3.
Catat banyaknya klien terbangun
dimalam hari.
4.
Berikan lingkungan yang nyaman dan
kurangi kebisingan.
5. mengukur tanda-tanda vital
|
1.
Mengetahui jumlah kecukupan
istirahat
2.
Posisi yang nyaman membantu klien
untuk istirahat dengan tenang
3.
Mengetahui jumlah istirahat yang
tidak terpenuhi
4.
Lingkungan yang bisang
berpengaruh besar kenyamanan istirahat
5.
Mengetahui keadaan umum pasien
|
3
|
Resiko
Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder.
|
Tujuan
:
Gangguan
intergritas kulit teratasi, menunjukan tanda – tanda
kerusakan kulit yang ditandai dengan kulit utuh, tidak lecet dan tidak merah.
|
1.
Kaji makna kehilangan pada
pasien/orang terdekat.
2.
Terima dan akui ekspresi frustasi
ketergantungan, marah, perhatikan perilaku menarik diri dan penggunaan
penyangkalan
3.
Bersikap realistis dan positif
selama pengobatan pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan dalam
keterbatasan.
4.
Berikan penguatan positif terhadap
kemajuan dan dorongan usaha untuk mengikuti tujuan rehabilitas.
5. Dorong interaksi keluarga..
|
1.
Episode traumatic mengaki- batkan
perubahan tiba-tiba, tidak diantipasi membuat perasaan kehilangan sehingga ia
memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal.
2.
Penerimaan perasaan sebagai respon
normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan,namun ini akan gagal
apabila pasien belum siap menerima situasi tersebut.
3.
Meningkatkan dan menjalin rasa
saling percaya antara pasien dengan perawat.
4.
Kata-kata penguatan dapat
mendukung.
5.
Mempertahankan atau mem- buka
garis komunikasi dan memberikan dukungan sercara terus menerus pada pasien
dan keluarga.
|
D.
Implementasi
Implementasi merupakan
komponen dari proses keperawatan, dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup : melakukan, membantu dan
mengarahkan kinerja aktivitas sehari - hari, memberikan arahan keperawatan
untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien dan mengevaluasi kinerja anggota
staf dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan
perawat kesehatan berkelanjutan dari klien. Selain itu juga implementasi
bersifat berkesinambungan dan interaktif dengan komponen lain dari proses
keperawatan. Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap
yaitu : mengkaji ulang klien, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang
sudah ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi
keperawatan dan mengkomunikasikan intervensi perawat menjalankan asuhan
keperawatan dengan menggunakan beberapa metode implementasi mencakup supervise,
konseling, dan evaluasi dari anggota tim perawat kesehatan lainnya.
Setelah implementasi, perawat
menuliskan dalam catatan klien deskriptif singkat dari pengkajian keperawatan.
Prosedur spesifik dan respon dari klien terhadap asuhan keperawatan. Dalam
implementasi dari asuhan keperawatan mungkin membutuhkan pengetahuan tambahan
keterampilan keperawatan dan personal.
E.
EVALUASI
Evaluasi merupakan proses
keperawatan yang mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan
kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah prilaku
atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa
keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi perawatan
memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan
menelaah respon klien dan membandingkannya dengan prilaku yang disebutkan dalam
hasil yang diharapkan. Selama evaluasi perawat secara kontinyu perawat
mengarahkan kembali asuhan keperawatan kearah terbaik untuk memenuhi kebutuhan
klien.
Evaluasi positif terjadi
ketika hasil yang dinginkan terpenuhi menemukan perawat untuk
menyimpulkan bahwa dosis medikasi dan intervensi keperawatan secara efektif
memenuhi tujuan klien untuk meningkatkan kenyamanan. Evaluasi negative atau
tidak di inginkan menandakan bahwa masalah tidak terpecahkan atau terdapat
masalah potensial yang belum diketahui. Perawat harus menyadari bahwa evaluasi
itu dinamis dan berubah terus tergantung pada diagnosa keperawatan dan kondisi
klien. Hal yang lebih utama evaluasi harus spesifik terhadap klien. Evaluasi
yang akurat mengarah pada kesesuaian revisi dan rencana asuhan yang tidak
efektif dan penghentian terapi yang telah menunjukan keberhasilan.
Lampiran 1
PATHWAY
|

![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Creeping eruption adalah
kelainan kulit khas berupa garis lurus atau berkelok-kelok, progresif, akibat
larva yang kesasar. Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing
tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma
caninum
Penyakit ini terdapat di seluruh daerah
beriklim panas dan dapat terjadi di Eropa Utara selama musim panas. Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula,
pada point of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas,
yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok.
2. Saran
1.
Saran Bagi Mahasiswa Keperawatan
Mahasiswa
keperawatan agar meningkatkan pemahamannya terhadap penyakit Creeping eruption sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan
keperawatan.
2.
Saran Bagi Perawat
Diharapkan
agar perawat bisa menindak
lanjuti penyakit tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk
pengembangan Evidence Based Nursing Practice.
3.
Saran Bagi Institusi Pendidikan
Bagi
institusi pendidikan hendaknya menyediakan buku – buku yang ada kaitannya
dengan penyakit Creeping eruption,
sehingga menambah refrensi bagi mahasiswa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K.
Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.
2.
Carpenito, Linda Juall. 2001.
Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
3.
Closkey, Mc, et all. 2007.
Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis
4.
Harahap. M, 2000. Ilmu penyakit
kulit. Hipokrates. Jakarta.
5.
Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa
Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
8.
https://id-id.facebook.com/notes/tompi-sudhi-sulaiman/creeping-eruption-infeksi-cacing-larva-tambang/10151962746563423/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar