Senin, 22 Agustus 2016

Asuhan Keperawatan Pada Creeping eruption

 Asuhan Keperawatan Pada Creeping eruption




                                                                                                                                              




Disusun Oleh :
Melliya andriyanti
2013030590



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG
PRODI S1-KEPERAWATAN
2016




DAFTAR ISI

1.      Cover…………………………………………………………………..                    i
2.      Kata pengantar…………………………………………………………                    ii
3.      Daftarisi………………………………………………………………..                    iii
4.      Isi…………………………………………………………………...….                    1
a.       Pendahuluan…………………………………………………..…...                    1
1.      LatarBelakang…………………………………………….……                    1
2.      RumusanMasalah……………………………………….….…..                    2
3.      TujuanMasalah…………………………………………….…..                     2
b.      Pembahasan…………………………………………………….….                    7
1.      Laporan pendahuluan pada Creeping eruption...................... ...                     3
2.      Asuhan keperawatan pada Creeping eruption........................            ...                     12
c.       Penutup………………………………………………………….....                    13
1.      Kesimpulan...............................................................................                      13
2.      Saran ……………………………………………………...…...                    13
5.      DaftarPustaka…………………………………………………...…......                    14






KATA PENGANTAR


            Segala ucap syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya beserta segala kemudahan, sehingga tim penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada Creeping eruption” dengan sebaik mungkin dan insya Allah bermanfaat bagi semua pembaca.
            Dalam proses penyelesaian makalah ini,  penulis banyak mendapatkan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, karenanya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Dengan selesai nya makalah sebagai salah satu tugas “system perkemihan” ini, tpenyusun menyadari bahwa makalah penuh dengan kekurangan, tak ada gading yang tak retak oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk makalah yang lebih baik kedepannya. Dan akhirnya dengan penuh harapan semoga karya kecil ini bermanfaat juga menambahwawasan bagi pembaca. Amin yaarabbal ‘alamin.






Jombang, 30 Juli 2016


Penyusun







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Cutaneus Larva Migran (CLM) adalah penyakit infeksi kulit parasit yang sudah dikenal sejak tahun 1874. Awalnya ditemukan pada daerah-daerah tropikal dan subtropikal beriklim hangat, saat ini karena kemudahan transportasi keseluruh bagian dunia, penyakit ini tidak lagi dikhususkan pada daerah-daerah tersebut. Creeping itch atau rasa gatal yang menjalar, merupakan karakteristik utama dari CLM.
          Pemeliharaan hewan kesayangan seperti anjing dan kucing jika tidak diimbangi dengan pemahaman yang baik tentang penyebaran penyakit dapat meningkatkan resiko penularan penyakit dari hewan ke hewan lain atau ke manusia lain. Ditambah lagi dengan banyak nya hewan yang hidup liar dan tidak mempunyai majikan, sehingga angka penularan penyakit akan meningkat.
            Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki,atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis  yang hangat dan lembab misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat di Indonesia pun banyak dijumpai.
            Faktor resiko utama bagi penyakit ini adalah kontak dengan tanah lembab atau berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feces anjing atau kucing. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Pada orang dewasa, faktor resiko nya adalah pada tukang kebun, petani, dan orang-orang dengan hobi atau aktivitas yang berhubungan dengan tanah lembab dan berpasir. CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi sistemik (oral) atau terapi topikal
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana laporan pendahuluan pada penyakit Creeping eruption?
2.      Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit Creeping eruption?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui laporan pendahuluan pada penyakit Creeping eruption?
2.      Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit Creeping eruption?



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian
Creeping eruption adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau berkelok-kelok, progresif, akibat larva yang kesasar. Sedangkan creeping eruption, istilah ini digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invansi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Cutaneous larva migrans dapat juga disebut creeping eruption, dermatosis linearis migrans, sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering ditemukan ditanah pasir atau di pantai), atau strongyloidiasis (creeping eruption pada punggung).

2.      Anatomi dan Fisiologi
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
1.      Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam).
a.       Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
b.      Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
c.       Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
d.      Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
e.       Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
f.       Fungsi Epidermis: Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

2.      Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
1.      Lapisan papiler: tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2.      Lapisan retikuler: tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.
3.      Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis atau hipodermis: melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.


3.      Patogenesis
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, seperti Castrophillus (the horse bot fly) dan cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidup. Nematoda hidup pada hospes (anjing, kucing atau babi), ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembapan berubah menjadi larva yang mempu mengadakan penetrasi kekulit.
Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari, akan timbul gejala di kulit. Reaksi yang timbul pada kulit, bukan diakibatkan oleh parasit, tetapi disebabkan oleh reaksi inflammasi dan alergi oleh sistem immun terhadap larva dan produknya. Pada hewan, Larva ini mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang biak di organ dalam.
Sedangkan pada manusia, larva memasuki kulit melalui folikel, fissura atau menembus kulit utuh menggunakan enzim protease, tapi infeksi nya hanya terbatas pada epidermis karena tidak memiliki enzym collagenase yang dibutuhkan untuk penetrasi kebagian kulit yang lebih dalam.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj12Oht1KRZJclfO1qygb1tjdicDv1mHzJurljn73Zye64nJA2TybBuNslxlXHT0YxMothLMSOVi2zD_gXStG6ZAHj-4_qMqebw8A0LPDxBVLnVkOM2OOa75XaJplpnAjcijyuJSw4Cn6A/s1600/CLM.jpg









4.      Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh daerah beriklim panas dan dapat terjadi di Eropa Utara selama musim panas. Biasanya anak-anak atau orang dewasa, lebih sering pada pria (Siregar, 2002; Harahap, 2002).

5.      Etiologi
Penyebabnya adalah cacing tambang yang biasa hidup di dalam tubuh kucing atau anjing, yaitu ancylostoma braziliensis dan ancylostoma caninum. Telur cacing masuk ke tubuh manusia melalui kontak kulit dengan telur yang berada di kotoran anjing atau kucing.
Etiologi umum dan di mana parasit dari kulit larva migrans (CLM) yang paling sering ditemukan adalah sebagai berikut
a.       braziliense Ancylostoma
(cacing tambang dan domestik anjing liar dan kucing) adalah penyebab paling umum. Hal ini dapat ditemukan di Amerika Serikat tengah dan selatan, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia.
b. Ancylostoma caninum (cacing tambang anjing) ditemukan di Australia.
c. Uncinaria stenocephala (cacing tambang anjing) ditemukan di Eropa.
d. Bunostomum phlebotomum (ternak cacing tambang).

6.      Patofisiologi
Telur parasit dalam kotoran binatang yang terinfeksi cacing tambang ( anjing dan kucing) dilepaskan ke tanah, lumpur dan pasir hingga menjadi larva. Manusia mendapatkan infeksi apabila larva infektif dari tanah menembus kulit. Biasanya larva ini merupakan stadium tiga siklus hidupnya. Pada Manusia, bila tanah, lumpur dan pasir yang terkontaminasi kotoran tadi kontak dengan kulit, larva akan berpenetrasi kekulit manusia dan memulai migrasinya pada epidermis bagian bawah melalui folikel rambut atau kulit yang terluka. Larva ini tidak dapat mengadakan penetrasi ke dermis manusia, maka tidak dapat terjadi siklus hidup yang normal. Manusia merupakan hospes yang tidak tepat bagi larva tersebut, sehingga larva akhirnya akan mati. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa hari dan penyakit ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan bila tidak diobati.
Pada binatang, larva dapat berpenetrasi lebih dalam sampai lapisan dermis serta menginfeksi darah dan jaringan limpha. Cacing tambang yang sampai lumen usus akan bereproduksi menghasilkan lebih banyak telur lalu dieksresikan melalui feces dan mulailah siklus baru.

7.      Pathway (lampiran)


8.      Manifestasi Klinis
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula, pada point of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok (snakelike appearance bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal, menimbul dengan lebar 2-3 mm, panjang 3-4 cm dari point of entry, dan berwarna kemerahan.
Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam atau hari. Rasa gatal dapat timbul paling cepat 30 menit setelah infeksi, meskipun pernah dilaporkan late onset dari CLM. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok- kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter dan bertambah panjang beberapa milimeter atau beberapa sentimeter setiap harinya. Umumnya pasien hanya memiliki satu atau tiga lintasan dengan panjang 2-5 cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur.
Rasa gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun larva telah mati. Terowongan yang sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta, dan bila pasien sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder. Larva nematoda dapat ditemukan terperangkap dalam kanal folikular, stratum korneum atau dermis.
Tempat predileksi adalah di tempat-tempat yang kontak langsung dengan tanah, baik saat beraktivitas, duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfuGAr9cC8JmS-JHTAq-cVou9Q1MpEQjaVzM90tceeS9F_XYY8usACIV32FlzixQW8Vf8-LcaPZ540CGXqhX5O0Ipv88fRRWsmvQ_HTaBN8-YdAwLqJq8FVrq2-1pw4H567b-zz-AZ-yE/s1600/images.jpg





9.      Komplikasi
1.      Infeksi kulit bakteri yang disebabkan oleh garukan
2.      Penyebaran infeksi melalui aliran darah ke paru-paru atau usus kecil (jarang)
3.      Urtikaria
Urtikaria adalah reaksi dari pembuluh darah berupa erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan, dan disertai rasa gatal.Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronik, atau berulang. Urtikaria akut umumnya berlangsung 20 menit sampai 3 jam, menghilang dan mungkin muncul di bagian kulit lain.
4.      Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel). Pada kulit yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal. Di sekitar folikel rambut tampak beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah lalu mengering dan membentuk keropeng.
5.      Furunkel
Furunkel (bisul) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan subkutaneus di sekitarnya.Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan bokong.Akan terasa sangat nyeri jika timbul di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-jari tangan.Furunkel berawal sebagai benjolan keras bewarna merah yang mengandung nanah. Lalu benjolan ini akan berfluktasi dan ditengahnya menjadi putih atau kuning (membentuk pustula). Bisul bisa pecah spontan atau mengeluarkan nanahnya, kadang mengandung sedikit darah.
6.      Eksema infantum
Eksema atau Dermatitis atopik atau peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya dimulai pada awal masa kanak-kanak.Eksema dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan gangguan tidur.

10.  Pemeriksaan Penunjang
Biopsi sedikit membantu bila ada sisa reaksi inflamasi pada lokasi gigitan parasit. Walaupun demikian, hal tersebut dapat dicoba setelah pemberian pengobatan yang melumpuhkan organisme. Biopsi kulit menunjukkan lubang yang disebabkan oleh parasit pada epidermis, dilihat pada hasil biopsy pasien. Vesikel intraepidermal mengandung beberapa eosinofil dan spongiosis yang menyebar dapat juga dilihat. Di dermis, infiltrate inflamasi yang terlihat tersusun atas limfosit, sel plasma, histiosit dan banyak eosinofil.
Pada Gnathostomiasis terdapat moderate leukocytosis dengan eosinofil diatas 20%, terutama dengan keterlibatan visceral. Biopsy bisa dilakukan setelah pengobatan dengan Albendazole yang dapat menstimulasi perpindahan Gnathostoma ke permukaan kulit.

11.  Penatalaksanaan
Cutaneous larva migrans ini adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Berapa lama penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya tergantung spesies larva yang menginfeksi. Pada beberapa kasus, lesi akan sembuh tanpa terapi dalam 4 sampai 8 minggu. Tetapi, terapi yang efektif dapat mempercepat penyembuhan penyakit ini. Adapun terapi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
a. Medikamentosa
1) Pengobatan sistemik ( oral )
        Obat oral tiabendazol digunakan dengan dosis 25-50 mg/kgBB dua kali sehari selama 2-4 hari dengan dosis maksimal 2-4 gram sehari. Terapi ini diberikan jika lesi luas dan terapi topikal tidak berhasil Efek samping berupa pusing, kram, mual dan muntah. Juga dapat digunakan albendazol 400 mg per oral, dosis tunggal selama 2 hari berturut-turut Gatal dapat hilang dalam 24-48 jam estela terapi dimulai dan dalam seminggu sebagian lesi atau terowongan dapat diresolusi.
2) Pengobatan topikal
        Obat pilihan berupa tiobendazol topikal 10%, diaplikasi 4 kali sehari selama satu minggu.Topikal thiabendazole adalah pilihan terapi pada lesi yang awal, untuk melokalisir lesi., menurangi lesi multiple dan infeksi folikel oleh cacing tambang. Obat ini perlu diaplikasikan di sepanjang lesi dan pada kulit normal di sekitar lesi. Dapat juga digunakan solutio tiobendazol 2% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) atau tiobendazol topikal ditambah kortikosteroid topikal yang digunakan secara oklusi dalam 24-48 jam.
3)Cryotheraph
Terapi lama, yaitu pembekuan lesi, menggunkan etil klorida atau dry ice. Terapi ini efektif bila epidermis terkelupas bersama parasit. Seluruh terowongan harus dibekukan karena parasit diperkirakan berada dalam teroongan. Cara ini bersifat traumatik dan hasilnya kurang dapat dipercaya.
b.      Non Medikamentosa
Dapat dicegah dengan meningkatkan sistem sanitasi yang baik terutama yang terkait dengan feses . Pemakaian sepatu pada area dimana banyak terdapat penyakit cacing tambang. Memperhatikan kebersihan dan menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang.


12.  Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien diare
A.    Pengkajian
1.      Identitas pasien
1.      Keluahan utama : biasnya pasien merasa gatal-gatal pada daerah kulit yang terinfeksi.
2.      Riwayat penyakit saat ini :
Paliatif, apakah yang menyebabkan gejala Creeping eruption dan apa yang telah dilakukan.
Kuatitatif, gejala yang dirasakan akibat Creeping eruption bisanya gatal gatal pada daerah yang terinfeksi.
3.      Riwayat penyakit dahulu :
Meliputi pengkajian riwayat pernah atau tidak menyalami penyakit yang saat ini dialami dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.
4.      Riwayat penyakit keluarga : Apakah ada anggota keluarga yang menderita Creeping eruption atau tetangga yang berhubungan dengan distribusi penularan.
5.      Pemeriksaan fisik:
1.      B1 (Breath)
a.       Subyektif, sesak atau tidak
b.      Inspeksi, bentuk simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau subcostal. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor pernafas inspirasi atau ekspirasi.
c.       Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan ekspansi, tacti vremitus (-).
d.      Auskultasi, dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
2.      B2 (Blood)
a.       Subyektif,   badan terasa panas biasanya dikarenakan adanya peradangan pada kulit yang terinfeksi.
b.      Inspeksi,  pucat, adanay tekanan vena jugularis atau tidak, pulasisi ictus cordis, adakah pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat.
c.       Palpasi, suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate meningkat karena vasodilatasi pembuluh darah, tahanan perifer menurun sehingga cardiac output meningkat. Kaji frekuensi, irama dan kekuatan nadi.
d.      Perkusi, normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kausus Creeping eruption masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
e.       Auskultasi, auskulatasi bunyi jantung S1, S2, murmur atau bunyi tambahan lainnya. Kaji tekanan darah.
3.      B3 (Brain)
a.         Subyektif, klien sadar atau tidak
b.        Inspeksi, Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit. Kesadaran diamati komposmentis, apatis, samnolen, delirium, stupor dan koma.
c.         Palpasi, adakah parese, anestesia,
d.        Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis.
e.         Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma, caput sucedum, warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada neonatus dan bayi  ubun-ubun besar tampak cekung.
f.         Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil, mata cowong.
g.        Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan mengambil O2,nampak adanya pernafasan cuping hidung.
h.        Telinga,  adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada kemungkinaninfeksi parenteal yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya diare (Lab. IKA FKUA, 1984)
4.      B4 (Bladder)
a.         Subyektif,  kencing sedikit lain dari biasanya atau tidak
b.        Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labio mayor menutupi labio minor, pembesaran scrotum, rambut. BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
c.         Palpasi, adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
5.      B5 (Bowel)
a.       Subyektif, Kelaparan, haus
b.      Inspeksi, BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensilebih dari 3 kali dalam sehari, adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi dan kesemitrisan abdomen.
c.       Auskultasi, Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik.
d.      Perkusi, mendengar aanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara tymphani.
e.       Palpasi, adakahnyueri tekan, superfisial pemuluh darah, massa (-). Hepar dan lien tidak teraba
6.      B6 (Bone)
a.         Subyektif, lemah
b.        Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas  menurun
c.         Palpasi, hipotoni, kulit kering, elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan , kekuatan otot.
d.        Subyektif, kulit terdapat keloid berwarna kemerah-merahan.
e.         Inspeksi kulit terdapat keloid berwarna kemerah-merahan., sekresi sedikit, selaput mokosa kering.
f.         Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1 detik = dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik = dehidrasi berat (Lab IKA FKUI, 1988).
7.      Pola Nutrisi
Makanan yang terinfeksi, sehingga status gizi dapat berubah ringan samapai jelek dan dapat terjadi hipoglikemia.
8.      Pola eliminasi
BAB (frekuensi, banyak, warna dan bau) atau tanpa lendir, darah dapat mendukung secara makroskopis terhadap kuman penyebab dan cara penangana lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk output terhadap kehilangan cairan lewat urine.
9.      Pola istirahat
Sering tidak bisa tidur terutama di malam hari karena rasa gatal-gatal pada kulit.
10.  Pola aktivitas
Klien nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
(Doenges dkk, 2000)
B.     Diagnosa keperawatan
1.      Ganggua Rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
2.      Gangguan Pola tidur berhubungan dengan rasa gatal pada malam hari.
3.      Resiko gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder.







C.     Intervensi

No
Diagnosa keperawatan
(NANDA)

NOC

NIC

RASIONAL
1.
Ganggua Rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit

Tujuan:
Rasa gatal pada kulit bisa hilang.
Kriteria hasil:
a.       Pasien merasa nyaman.
b.      Pasien tidak menggaruk lagi kulitnya.
1.     1. Temukan penyebanyeri/gatal.
2.    2. Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitif
3.     3. Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur
4.   4.  Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
5.    5. Nasihati klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa resep Dokter.


1.      Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan
2.      Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.
3.      Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
4.      Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan
5.      Masalah klien dapat disebabkan oleh iritasi/sensitif karena pengobatan sendiri.
2
Gangguan Pola tidur berhubungan dengan rasa gatal pada malam hari
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1×24 jam diharapkan tidur klien tidak terganggu dengan kriteria hasil mata klien tidak bengkak lagi, klien tidak sering terbangun di malam hari, klien tidak pucat lagi
Kiteria hasil :
a.       Gangguan pemenuhan tidur teratasi

Intervensi :
1.      Kaji tidur klien
2.      Berikan kenyamanan pada klien (kebersihan tempat tidur klien

3.      Catat banyaknya klien terbangun dimalam hari.

4.      Berikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan.
5.      mengukur tanda-tanda vital
1.      Mengetahui jumlah kecukupan istirahat
2.      Posisi yang nyaman membantu klien untuk istirahat dengan tenang
3.      Mengetahui jumlah istirahat yang tidak terpenuhi
4.      Lingkungan yang bisang berpengaruh besar kenyamanan istirahat
5.      Mengetahui keadaan umum pasien

3
Resiko Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder.
Tujuan :
Gangguan intergritas kulit teratasi, menunjukan tanda – tanda kerusakan kulit yang ditandai dengan kulit utuh, tidak lecet dan tidak merah.
1.      Kaji makna kehilangan pada pasien/orang terdekat.
2.      Terima dan akui ekspresi frustasi ketergantungan, marah, perhatikan perilaku menarik diri dan penggunaan penyangkalan
3.      Bersikap realistis dan positif selama pengobatan pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan dalam keterbatasan.
4.      Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorongan usaha untuk mengikuti tujuan rehabilitas.
5.      Dorong interaksi keluarga..
1.      Episode traumatic mengaki- batkan perubahan tiba-tiba, tidak diantipasi membuat perasaan kehilangan sehingga ia memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal.
2.      Penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan,namun ini akan gagal apabila pasien belum siap menerima situasi tersebut.
3.      Meningkatkan dan menjalin rasa saling percaya antara pasien dengan perawat.
4.      Kata-kata penguatan dapat mendukung.
5.      Mempertahankan atau mem- buka garis komunikasi dan memberikan dukungan sercara terus menerus pada pasien dan keluarga.

D.    Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup : melakukan, membantu dan mengarahkan kinerja aktivitas sehari - hari, memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien dan mengevaluasi kinerja anggota staf dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawat kesehatan berkelanjutan dari klien. Selain itu juga implementasi bersifat berkesinambungan dan interaktif dengan komponen lain dari proses keperawatan. Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap yaitu : mengkaji ulang klien, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi  area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan dan mengkomunikasikan intervensi perawat menjalankan asuhan keperawatan dengan menggunakan beberapa metode implementasi mencakup supervise, konseling, dan evaluasi dari anggota tim perawat kesehatan lainnya.
Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskriptif singkat dari pengkajian keperawatan. Prosedur spesifik dan respon dari klien terhadap asuhan keperawatan. Dalam implementasi dari asuhan keperawatan mungkin membutuhkan pengetahuan tambahan keterampilan keperawatan dan personal.
E.     EVALUASI
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah prilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi perawatan memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya dengan prilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan. Selama evaluasi perawat secara kontinyu perawat mengarahkan kembali asuhan keperawatan kearah terbaik untuk memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi positif terjadi ketika hasil yang dinginkan  terpenuhi menemukan perawat untuk menyimpulkan bahwa dosis medikasi dan intervensi keperawatan secara efektif memenuhi tujuan klien untuk meningkatkan kenyamanan. Evaluasi negative atau tidak di inginkan menandakan bahwa masalah tidak terpecahkan atau terdapat masalah potensial yang belum diketahui. Perawat harus menyadari bahwa evaluasi itu dinamis dan berubah terus tergantung pada diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Hal yang lebih utama evaluasi harus spesifik terhadap klien. Evaluasi yang akurat mengarah pada kesesuaian revisi dan rencana asuhan yang tidak efektif dan penghentian terapi yang telah menunjukan keberhasilan.


Lampiran 1
PATHWAY
Larva cacing tambang yang ada di tanah
 
                       
 
















 













                                


Kesadaran menurun
 
 
BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Creeping eruption adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau berkelok-kelok, progresif, akibat larva yang kesasar. Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum
Penyakit ini terdapat di seluruh daerah beriklim panas dan dapat terjadi di Eropa Utara selama musim panas. Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula, pada point of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok.

2.      Saran
1.      Saran Bagi Mahasiswa Keperawatan
Mahasiswa keperawatan agar meningkatkan pemahamannya terhadap penyakit Creeping eruption sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan.
2.      Saran Bagi Perawat
Diharapkan agar perawat bisa menindak lanjuti penyakit tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice.
3.      Saran Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan hendaknya menyediakan buku – buku yang ada kaitannya dengan penyakit Creeping eruption, sehingga menambah refrensi bagi mahasiswa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

1.      Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
2.      Carpenito, Linda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
3.      Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis
4.      Harahap. M, 2000. Ilmu penyakit kulit. Hipokrates. Jakarta.
5.      Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
8.      https://id-id.facebook.com/notes/tompi-sudhi-sulaiman/creeping-eruption-infeksi-cacing-larva-tambang/10151962746563423/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar